Tarian dan iringannya dikemas sedemikian rupa sehingga tercipta pertunjukan apik. Orang awam umumnya menganggap menikmati/ menonton pertunjukan adalah suatu hiburan dengan imbal balik riuh tepuk tangan. Apalagi kalau pemainnya adalah sanak saudara. Lain lagi dengan seorang pengamat/ seniman, wajarnya terlebih dahulu mereka mengamati pertunjukan dengan perasaan yang telah berbumbu pengetahuan dan pengalamannya.
Kesenian Reyog Ponorogo, untuk kesekiankalinya menjadi objek mengemas gerakan tarian dan lagu-lagu menjadi pertunjukan. Yang paling bergengsi adalah FRN(Festival Reyog Nasional), menciptakan atmosfir panas dalam darah daging kalangan penari, pengiring, pengamat, penggarap serta penonton/ orang awam.
Kini, Ponorogo mempunyai banyak ladang pertunjukan. Tidak hanya di pusat kota atau lapangan desa, beberapa tempat baru dengan latar belakang berbeda disulap menjadi tempat strategis untuk pertunjukan. Ada Jalan Suromenggolo di selatan Stadion Batorokatong, ada Monumen Bantarangin di Desa Sumoroto serta Dermaga Telaga Ngebel menjadi saksi bisu pertunjukan yang berdarah-darah bagi para sang Penghibur pelipur duka lara dari generasi ke-generasi selanjutnya.
No comments:
Post a Comment
. . . salam damai dan terima kasih atas komentar dari sobat blogger . . .