Rasa Kidung, Engwang Suksma Adiluhung, Yang Widhi, Oleh Kridaning Gusti, Gelar Gulung Kersaning Kang Maha Kuasa - "REYOG"

3/30/2011

Bukit Pringgitan

Kurang lebih 1 tahun yang lalu, bersama Yogi, Mas Seto dan Zainal, saya mendaki sebuah bukit yang ada di Ponorogo. Bukit tersebut bernama Pringgitan yang lokasinya berada di Kecamatan Slahung dengan ketinggian 805 mdpl. Bagi saya, ini adalah pendakian ke dua di bukit tersebut. Kerinduan ketika menghirup udara segar, dipeluk hawa dingin pegunungan dan beberapa pengalaman yang bermanfaat, menjadikan semangat untuk mendaki lagi.

Ketika menginjak hari pendakian, cuaca hendak menyurutkan semangat kami. Mulai sore hari sampai petang cuaca mendhung dan turun hujan rintik. Tetapi kami tetap meluncur saja, dalam benak saya muncul pertanyaan, "apa yang akan terjadi jika mendaki dalam cuaca yang kurang bersahabat dengan kita?". Di samping itu suasana hati yang sedang dilanda rindu semakin menyemangati kami. Sore hari menjelang maghrib, kami berangkat walau hujan rintik belum reda dengan terlebih dahulu meminjam perlengkapan tim GARUDA PALA SMAN 2 Ponorogo.

Kemudian perjalan ke Pringgitan kami mulai sedangkan mendung masih tetap teguh dengan pendiriannya di sepanjang jalan. Alhamdulillah . . . hujan sudah reda. Sebelum waktu maghrib habis, langsung saja kami berhenti untuk beribadah dan berdoa di sebuah masjid kecil. Perjalanan kami lanjutkan kembali. Tibalah kami di desa Caluk, Slahung yang merupakan salah satu jalur pendakian ke puncak Pringgitan. Selain desa Caluk terdapat dua lagi jalur perdakian, yaitu di desa Wates perbatasan Ponorogo dan Pacitan, dan di desa Broto

Kami memilih jalur pendakian lewat desa Caluk yang lebih dekat. Di sana, kami disambut pintu masuk yang di sampingya terdapat makam jawa. Petang mulai menyebar, langsung saja kami mendaki menggunakan sepeda motor melewati rumah-rumah penduduk, kandhang-kandhang ternak, ladang di atas jalan makadam dengan kondisi basah dan licin. Karena kesalahan dalam berkendara di medan seperti ini, roda motor tergelincir dan saya pun terjatuh. (hahaha . . . :-D. apes-apes . . .). Walau terjatuh tak menyurutkan langkah, pendakian tetap kami lanjutkan. Sampailah di tempat penitipan sepeda motor dan sebuah mushola di ketinggian kurang lebih 605 mdpl. Sejenak kami beristirahat dan melakukan ibadah sholat isya'.

Pendakian kami lanjutkan kembali, tidak dengan sepeda motor melainkan jalan kaki dengan bantuan sentolop handphone. Suasana petang di jalan yang basah dan licin serta dihiasi kotoran ternak membuat pendakian kami berwarna dan beraroma.(hehehe . . .). Hujan rintik embun pegununganpun mulai turun perlahan, membasuh lelah kami berempat. Di samping kesenangan tersebut, berhati-hati dalam pendakian tetap kami perhatikan.

Sampailah kami di puncak 805 mdpl. Sejauh mata memandang hanya putih di langit dan hitam di bumi. Hawa dingin langsung saja memeluk tubuh. Selanjutnya kami nyalakan kompor praktis untuk memasak air dan mie  instan serta mendirikan Doom untuk berlindung. Hujan mulai turun, kami memutuskan untuk berbincang-bincang menikmati mie instan dan nescafe di dalam Doom. Hujan turun semakin deras, tak disangka air menetes dari atas. Seiring rokok yang tersedia mulai tuntas oleh manusia-manusia yang nggragas, bergegaslah kami gugur gunung memperbaiki Doom di bawah hujan deras agar kami bisa tertidur pulas.

Malam berubah menjadi pagi, matahari terbit menyebarkan kehangatan. Embun pegunungan mulai turun menyusuri lekuk-lekuk tubuh bumi. Asap-asap dapur mulai naik, Kota Ponorogo menampakkan semangat pagi hari dan menyalurkannya ke tubuh kami. Alhamdulillah, sebuah keinginan telah tercapai. Tak lupa kami mengabadikan cerita dari puncak.






Siang mulai menjelang, bergegaslah kami mengemasi perlengkapan dan turun menuju ke tempat penitipan. Sesampainya di sana, kami beristirahat sejenak lalu berpamitan dengan pemilik penitipan dan memberi sedikit rezeki kepadanya. Tak lupa Saya ucapkan terima kasih kepada Allah SWT, Yogi Sutan Setyo Pambudi, Dimas Seto, Zainal Abidin, Tim Garuda Pala SMAN 2 Ponorogo, Pemilik penitipan, dan beberapa pihak yang secara tidak langsung turut membantu. Beberapa pengalaman yang berpelajaran kami peroleh dari pendakian ini. Lestari Alamku, Lestari desaku . . . di sana ibuku dongengkan cerita . . . (Alm. Gombloh)

No comments:

Post a Comment

. . . salam damai dan terima kasih atas komentar dari sobat blogger . . .