Menyambut Bulan Suci Ramadhan, umat Islam berbondong-bondong berziarah/ Nyekar ke makam leluhur dan saudara yang telah meninggalkan dunia. Mereka berdo'a sesuai kepentingan masing-masing menghadap Sang Maha Pencipta, Pengasih dan Penyayang. Sehingga, suasana makam dan sekitarnya menjadi ramai namun tenang. Kegiatan ini menjadi berkah tersendiri bagi penjaga makam dan penduduk sekitar. Beberapa penduduk mencari rezeki dengan berjualan bunga.
Pagi itu (31/07), cuaca cerah melukis langit. Berdua dengan Bapak, kami pergi Nyekar ke kampung halaman Bapak di Kauman, Sumoroto. Sebelum Nyekar, kami mampir ke Petilasan Bantar Angin yang diceritakan turun-temurun, konon di sana merupakan tempat berdiri. Kami menuju lokasi petilasan dan berzirah naik sepeda motor. Lokasi petilasan berada di barat daya Pasar Sumoroto. Dari pertigaan langsung belok kiri, setelah sampai di perempatan pertama belok kanan menuju ke barat. Sesampainya di pertigaan tinggal belok kanan. Bapak pernah bercerita, di sana terdapat tugu dan tumpukan batu bata kuno di tengah lapangan dan sawah yang luas. Setiap akhir bulan Suro, di sini menjadi ramai, karena di adakan "Grebeg Tutupan".
Kali ini, saya dikagetkan lagi, ternyata di sana sudah berdiri tegak patung Raja Kelana Sewandana memegang Pecut Samandiman. Kata sepasang kakek nenek yang bertempat tinggal di depan area petilasan, patung tersebut di buat oleh Bapak Wahono dan Trihono yang selesai dibangun tahun 2010 kemarin. Sedangkan beberapa batu-bata kuno dibawa oleh salah satu warga yang saya lupa namanya. he ho . . . .salam damai. Tetapi, Alhamdulillah, masih diberi kesempatan, di tengah-tengah lapangan di belakang patung, saya menumukan beberapa patahan batu bata kuno berukuran lebih besar dan tebal daripada batu bata modern.
Perjalanan kami lanjutkan kembali berziarah/ Nyekar ke makam. Namun, ketika berziarah di makam terakhir di Sumoroto, Bapak kembali bercerita terdapat Petilasan Watu Lumpang dan Watu Gudig di dekat makam. Watu Lumpang adalah sebuah batu cekung dan lonjong seperti lumpang. Dahulu batu tersebut digunakan petani menumbuk padi. Sedangkan Watu Gudig adalah gundukan batu memiliki permukaan mbrendul-mbrendul (bentol-bentol) seperti gudig (penyakit kulit). Sedangkan asal-usul keberadaan batu tersebut, Bapak saya belum tahu. Di area Watu Gudig terdapat sebuah pohon besar yang di belakangnya terdapat satu makam yaitu makam "Mbah Watu". Di sana saya sempat merasakan suasana mistis. he ho . . . salam damai. Betapa Maha Besar Allah SWT, yang menganugrahkan Cipta, Rasa dan Karsa kepada manusia. Manusia mampu membuat Patung megah dan menciptakan kebudayaan yang menggetarkan dunia. Mari kita syukuri dengan menggunakan anugrahNYA sebagaimana mestinya sesuai ajaran Nabi Besar Muhammad saw. Jangan sampai kita berbuat Syirik kepada Allah SWT. Bismillahirrohmannirrohim . . .
Mohon maaf lahir dan batin apabila saya mempunyai salah dalam beraktivitas di dunia Blogger. Selamat menunaikan ibadah di Bulan Ramadhan yang penuh berkah ini. Semoga kita menjadi lebih bahagia dan tentram dalam menjalani kehidupan. Amin Yaa Robbal 'Alamin . . . .
3 comments:
Sip, mengenalkan kekayaan negeri sendiri, SIP. Sugeng Shaum
Mas Elvigto : Oi . . . . slmat menunauikan berbagai ibadah d bulan penuh berkah. smga amal ibadah kita ini klak bermanfaat di akhirat . . .
amin.
ponorogo jayaaaaaaa.......
Post a Comment
. . . salam damai dan terima kasih atas komentar dari sobat blogger . . .